Gunung Penanggungan Part II




12 Januari 2013,  Setelah kemarin malam tahun baru, saya dan 4 orang teman mengunjungi sebuah gunung yang berada tidak jauh dari kota Surabaya, tepatnya hanya sekitar 2 jam perjalanan dengan angkutan umum. Gunung Penanggungan berada di kota Pandaan, di daerah bernama Trawas, beruntung surabaya punya satu obyek wisata alam yang terbilang masih awam, orang lebih mengenal bromo sebagai wisata alam terdekat dari Kota Surabaya,  selain mudah dicapai, Bromo juga cukup ramah bagi para wisatawan dan tak perlu susah mendaki menembus hutan lewat jalan setapak yang sempit dan terjal.


Penanggungan adalah gunung yang mungkin bagi para pendaki yang sudah terbiasa adalah gunung yang relatif mudah di daki, selain ketinggiannya hanya 1000 meter diatas permukaan laut, medan gunung penanggungan pun relatif mudah yaitu jalan setapak yang terjal, beda dengan gunung-gunung di Jawa Timur pada umumnya yang mempunyai pos-pos di jalur pendakiannya, Gunung penanggungan tidak memiliki pos, hanya pos pendaftaran di dekat jalur memulai pendakian, jdi dari pos pendaftaran langsung menuju puncak yang ditempuh dalam waktu sekitar 4jam, jika mau mendirikan camp, ada campground sebelum ke puncak, atau bisa juga mendirikan camp di puncak penanggungan.

Kali ini saya berangkat juga bersama teman semeja, namun dengan personil 2 kali lipat dari perjalanan sebelumnya tanggal 31,  atau tepatnya 9 ekor dan 2 buah manusia, hehe... perjalanan menuju trawas atau pos pendakian Ubaya sangat lancar, di pos pendakian kami beristirahat sejenak di warungnya bu indah, makan nasi bekal dan mie instan bareng, disini terasa sangat lekat dan erat sekali rasa persahabatan diantara kami bersebelas, dan ada juga rasa cinta di dua teman kami yang memang sepasang kekasih.
Sambil menunggu  waktu sholat isya, kami leha-leha di warung yang seolah-olah milik kami sendiri, hehe..., disini kami bertemu pendaki lain dari porong, mereka bilang kalau mereka belum pernah ke penanggungan, jadinya mereka bareng dengan gerombolan kami :-) ,  setelah melakukan ibadah sholat isya, meskipun saya absen.. maaf lagi... kami pun memulai perjalanan jalan kaki menuju puncak diselingi gerimis kecil yang menyapa mesra.
Perjalanan awal lancar sampai pada jalur terjal, salah satu temen perempuan kami kelelahan, dan harus berhenti, bukan masalah karena di alam bersama para sahabat, kita harus saling memperhatikan, mungkin ini salah satu alasan saya keranjingan naik gunung, selain kita dapat mengetahui karakter orang dengan lebih mudah, kita juga mampu berbagi perhatian tanpa peduli kelas apapun, ras apapun, tanpa peduli suka atau tak suka, saya selalu suka aroma persahabatan yang ngeblend dengan aroma alam, sangat klasik dan merontokkan syaraf frustasi otak.

Sampai kami sudah hampir sampai puncak bayangan/camp ground, badai mulai terasa, angin yang kencang dan hujan yang turun deras mulai menghantam seluruh tubuh, entah apa yang membuat kami kuat melewati badai, saya sangat bangga dengan kawan-kawan yang seolah-olah mengerti bahwa di alam tak berguna mengeluh, jalani saja dan nikmati, saya selalu berteriak keras agar kawan-kawan semangat. Semakin mendaki dan semakin dekat semakin berkabut juga trek yang kita lalui,  cahaya senter kami hanya menembus lima langkah, lima langkah berikutnya yang tahu hanya tuhan. Beruntung kami sampai di puncak bayangan dengan selamat,  meskipun dengan tubuh menahan dingin, tasty to the bone mirip slogan ayam cepat saji, rasanya sampai ke tulang.











Di camp ground badai bukannya malah reda, tapi badai semakin menjadi, kami mencoba mendirikan tenda namun selalu gagal karena angin yang kencang, akhirnya dari 3 tenda yang kami bawa, cuman 1 tenda yang berhasil berdiri yang hanya berkapasitas 2 orang, akhirnya tenda hanya untuk 2 cewek di grup kami, para cowok harus tidur di luar, tenda yang tak jadi berdiri pun jadi selimut, dan alhamdulillah sampai pagi datang kami tetap bisa bertahan, namun badai masih belum berlalu meskipun waktu itu sudah cukup pagi, malah hujan deras datang, sambil menyiapkan sarapan seadanya di tengah badai, kami juga bersiap-siap untuk turun secepatnya karena badai sepertinya tak akan berhenti, setelah selesai sarapan dan beres-beres dan memastikan areal camp kami bersih, kami pun memulai perjalanan turun. Perjalanan turun tentu lebih cepat dari perjalanan ke puncak, setelah sampai di pos pendakian, segera kami menyerbu warung untuk makan siang dan bersiap kembali pulang ke surabaya... 



Apa yang saya dapat dari perjalanan ke penanggungan kali ini adalah praktek dari teori yang selalu saya dengar, atau saya baca bahwa jangan pernah ragukan manusia, yang perlu dilakukan adalah bukan untuk menjadi kuat, tapi untuk merasa kuat. Saya sempat sangsi dan ragu terhadap kemampuan beberapa teman saya, tapi ternyata mereka mampu, badai yang kami alami saat di puncak adalah pengalaman tersendiri, dan itu hanya sedikit bukti kebesaran tuhan.
Selamat mencari...!!!!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[FLASH FICTION] Sunday Morning Call

[REVIEW FILM] MARINA

Movie Review - Damai Kami Sepanjang Hari (1985)