Sandal Jepit Biru : 2nd Generation

Selamat hari sandal jepit sedunia, hari ini semua orang wajib memakai sandal jepit. tak terkecuali sang biduan asmara yang sedang bernyanyi di panggung kecil berbentuk hati, :) Bunga namanya, gadis yang saya kenal sejak Sandal Biru-nya tidak sengaja saya curi. 

hari ini dia datang di perayaan sandal jepit sedunia di Amsterdam, masih dengan gayanya yang nyentrik, jilbab ungu dia padukan dengan terusan sampai lutut, berwarna merah, dan tidak lupa sandal jepit warna biru. dan jadilah dia pelangi tanpa hujan, tapi paduan warna itu yang membuatnya terlihat istimewa, karena dia adalah wanita hijab satu-satunya di Perayaan Sandal Jepit Sedunia di Amsterdam, kebetulan dia dan saya dan 2 wanita dan 1 Pria lain adalah wakil dari Indonesia. 

Puncak acara adalah ketika diperkenalkan ciri khas sandal jepit dari berbagai negara, mulai dari Sandal dari Afrika Selatan, sandal dari afrika sangat etnik berbentuk persegi panjang, dengan tali untuk cengkeraman jari kaki dari anyaman tali yang dibuat dari serat pohon kaukasia. secara keseluruhan bahan sandal ini dari kayu.
African Sandals
sampai tiba pada giliran memperkenalkan sandal khas dari Indonesia sandal ini berbahan karet karena Indonesia sudah sedikit maju dalam sedikit dunia sedikit industri, dan kini juga banyak sandal yang berbentuk unyu, unyu yang menjiplak karakter industri korea, atau jepang, tapi meskipun seperti itu, sandal khas indonesia tetap menjadi nomor satu, dengan bentuknya yang oval melengkung menyesuaikan bentuk kaki, dan jepitan dari karet yang kalau putus bisa di ganjal dengan paku atau tali rafia. tapi sebelum era industri Indonesia pernah punya sandal kebanggaan yang dinamakan Bakiak, atau Kelompen. sandal ini juga berbahan dasar kayu. 

Dari Indonesia yang berpresentasi di panggung Pameran tentu adalah Bunga dan wakil perempuan dari Indonesia, saya kira fungsi wakil laki-laki hanya sebagai Pemeran Pembantu Figur-an. karena tentu pemeran utama-nya adalah sandal dan wakil perempuan Indonesia adalah Figuran. Bunga merepresentasikan Sandal Biru-nya yang legendaris,  dia berjalan dengan sangat Elegan sehigga Indonesia menjadi Juara Satu Fashion Show Pameran Sandal Internasional.

Sekembalinya dari Amsterdam, di Indonesia tepatnya di kampung kami, Bunga dan saya sudah disambut mesra bapak RT beserta perangkat kampung, Bapak RT yang adalah Bapak dari Bunga tersenyum manis dari jauh, dan pandangannya hanya memandang kepada Bunga, anak tercintanya. Sementara saya yang memandang hanya Kang Ujang, yang semakin panjang jenggotnya. 

yah.. karena kedekatan saya dan Bunga semenjak kejadian di Musholla, akhirnya hubungan saya dan Bunga sudah ke jenjang Pacaran. Eciyee :) tapi lama kelamaan saya sedikit bosan melihat sandal biru yang dipakai oleh Bunga, sandal itu sudah semakin kucel, tali karetnya sudah seperti jembatan siratal  mustakim.  tapi anehnya sandal itu selalu dipakainya bahkan ketempat-tempat seperti mall, di bioskop, bahkan sampai harus berdebat dengan seorang satpam mall. 

Sandal Biru itupun ketika saya lihat, dia seperti menyapa balik, "apa Kabar Bro"
"Lu cewek ato Cowok sih"
"gue Cowok lha, kalo gue cewek pasti pakai pita"
Kesimpulan sandal yang gak ada pitanya berjenis kelamin Cowok
"pantesan ya elu doyan banget ngerayu si Bunga"
"ah elu, pasti mikir jorok ya, gue ini cuman ngelindungin surga di tapak kakinya"
"ceilah, sok puitis lo"
"iyadong, lha elu, kagak romantis sama sekali, sebenarnya bunga itu udah bosen ama elu"
"what, kalo ngomong dijaga bro"
"loe kagak pernah ngasih dia sesuatu, liat aja yang dipake sama dia tetep sandal kucel kayak gue "
"oke, besok gue bakal beliin dia sandal baru, biar elu dibuang aja ke kali, Mampus lo"
"coba aja, bunga kan setia"

Minggu Pagi saya pun berangkat ke Pasar Pagi, tentunya tanpa mengajak Bunga agar terlihat kejutan yang romantis, seketika  terlihat seonggok pasangan yang berpita tampak manis melihat kearah saya, 
Mengerlingkan mata, manja, ah rupanya ini dia betina yang pasti cocok bersamanya, 
Si Biru Kucel itu pasti kalah. siapa yang mampu menolak godaan semanis ini. 
tanpa pikir panjang saya mengeluarkan dua lembar pecahan 50ribu untuk membopong betina ini pulang.

maaf ya sayang, kamu harus saya dandani dan saya harus tutupi dengan burkah sebelum pasangan barumu melihat.
karena kamu adalah masa depanku, 
tempat tulang rusukku berteduh, tanpa kamu aku dia hanya tulang rusuk, dan tanpa dia, aku tak lengkap.
kamu akan melengkapi ketidaksempurnaanku yang kau terima, dan kamu adalah penyempurna penerimaanku yang sederhana.
Jika Bunga melihatmu pasti dia akan meninggalkan penggangu hubungan kita.

Bunga sedang memasak saat saya akan memberikan hadiah masa depan kita, sepasang sandal berpita yang artinya berjenis kelamin perempuan.  
sabar ya sayang, dibuka perlahan saja agar sensasinya terasa.
dan wahh, beruntung betina masih belum terlalu kepanasan di dalam kotak yang sumpek itu.
pandangan pertama Bunga kepada betina terasa aneh, ganjil.
bukan perasaan bahagia, tapi juga bukan perasaan sedih.
atau hanya saya yang berlebihan dalam berekspektasi.

Besok hari saya menghampiri kediaman Bunga lagi, dan aneh, sandal berpita itu tak terlihat batang hidungnya, yang terlihat justru si kucel biru yang terpampang jelas di muka pintu, dan ah sial, dia dengan santai memberi senyuman kecut, sambil menunggu Bunga selesai menyelesaikan pembersihan hajat. kembali si biru mengunder-estimate saya, 

"Betina jalang itu takkan mempan, Bunga itu setia padaku"
"mana betina"
"noh ada di kolong meja"
"hah kau apakan betina"

hah, pijakan masa depanku, hancur seketika.
kenapa bunga mencampakkanmu.
apakah benar dia tulang rusukku.

Bunga bercerita bahwa si sandal jepit biru itulah yang membuat dia selama ini merasa sederhana, dia tidak akan memakai sandal lain selama dia belum menemukan kesederhanaan yang sama pada sandal jepit biru yang dia miliki.

Bunga : "aku suka cara hidupmu yang selalu penuh kejutan, tapi tetap sederhana"
Kucel : "Shut up and Take My Ring ..


Selamat MENCARI ...





 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

[FLASH FICTION] Sunday Morning Call

[REVIEW FILM] MARINA

Movie Review - Damai Kami Sepanjang Hari (1985)